Jelang Berlaku KUHP Baru, Kemenko Kumham Imipas Koordinasi dengan Komisi I DPRD Lampung
BANDARLAMPUNG, RATUMEDIA.ID- Guna melaksanakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) berlaku efektif 2 Januari 2026, Kementerian Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan RI (Kemenko Kumham Imipas) berkoordinasi dengan Komisi I DPRD Provinsi Lampung di Ruang Rapat Komisi DPRD setempat, Senin (19/5/2025).
Koordinasi secara spesifik mengarah pada pelaksanaan hukum hidup dalam masyarakat (living law) dan bertujuan memastikan harmonisasi antara hukum nasional dan norma adat di Lampung.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Lampung, Ade Utami Ibnu, menyatakan, Lampung belum memiliki hukum formal secara spesifik mengatur hukum adat.
Tapi, kata Ade, Lampung telah memberlakukan peraturan daerah (perda) berkenaan dengan keberadaan hukum adat, seperti Perda Nomor 5 Tahun 2013 tentang Pemberdayaan dan Pembinaan Lembaga Adat serta Perda Nomor 11 Tahun 2024 tentang Penguatan dan Pemajuan Kebudayaan Lampung.
Ade Utami Ibnu menjelaskan, beberapa masalah hukum di masyarakat Lampung, seperti perkelahian, penghinaan, tindak pidana pencurian, dan penyerobotan lahan dapat selesai dengan angkon waghey atau angkat saudara.
Harmonisasi
Plh. Asisten Deputi Koordinasi Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dan Litigasi, Kemenko Kumham Imipas RI, Sri Yuliani, memaparkan, peran strategis Kemenko Kumham Imipas dalam memastikan harmonisasi hukum nasional dan norma adat.
Staf Ahli Bidang Kerjasama dan Hubungan Antar Lembaga, Cahyani, menyatakan, harus ada peraturan pelaksanaan dari UU KUHP Nomor 1 Tahun 2023. Saat ini pemerintah pusat sedang menyusun RPP dimaksud.
“Adanya paradigma baru sistem hukum nasional, yang memberikan ruang daerah kaya akan tradisi adat, seperti Lampung bisa menjadi bahan penguatan bagi RPP Living Law yang saat ini sedang disusun,” katanya.
Di samping itu, penguatan penyelesaian sengketa hukum melalui mekanisme restorative justice serta pengawasan dari DPRD. Seluruh hasil dihimpun dan disepakati dalam rapat kali ini, menurut Cahyani, akan menjadi rekomendasi dalam RPP Living Law.
Akademisi Universitas Bandar Lampung, Prof. Zainab Ompu Janinah, menjelaskan, dalam KUHP Pasal 1 ayat (1) mengatur tentang pemberlakukan hukum adat. Apapun tumbuh dan hidup, baik tertulis maupun tak tertulis dan diakui masyarakat itu adalah hukum.
“Saat ini tugas kita adalah bagaimana kita menghubungkan antara legalitas dan hukum adat itu,” katanya.
Dia mengatakan, pemberlakukan Living Law perlu penanganan dari huku yaitu kepolisian. Pemberlakukan Living Law akan dapat diterapkan jika kepolisian menyetujui penyelesaian secara hukum adat.
“Termasuk batasan penerapan sanksi adat serta pembentukan harmonisasi hukum adat yang melibatkan akademisi, tokoh adat da stakeholder terkait,” jelasnya.
Sosialiasasi
Anggota Komisi I DPRD Lampung, Reza Berawi, menyatakan, perlu menyosialisasikan UU KUHP berlaku 1 Januari 2026. Adanya paradigma terkait pidana yaitu pemberlakukan hukum adat.
Menurutnya, KUHP merupakan hukum diakui legalitasnya, sedangkan hukum adat merupakan hukum tidak tertulis yang belum ada legalitasnya.
“Jangan sampai terjadi dualisme penerapan hukum, kita perlu mengantisipasi bahwa hukum adat yang ada di Lampung ini cukup hetergon,” ungkapnya.
Hasil rapat koordinasi menyimpulkan, di antaranya ada hal-hal urgensi untuk mengimplementasikan rancangan peraturan yang harmoni antara KUHP dan Living Law.
Direkomendasikan juga agar daerah membentuk tim yang terdiri dari akademisi, pemangku adat, stakeholder dalam memformulasi Living Law yang ada di Lampung agar sinkron dengan hukum nasional.
Lebih utama ialah pembentukan Perda tentang Living Law, paling tidak memuat jenis tindak pidana adat, mekanisme penyelesaian hukum adat, serta sanksi yang berlaku. (rls)