Kesehatan

Kemendukbangga/BKKBN Berperan Krusial Optimalkan Bonus Demografi

Spread the love

BANDARLAMPUNG, RATUMEDIA.ID- Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN berperan krusial mengoptimalkan bonus demografi Indonesia sebagai fondasi menuju visi besar Indonesia Emas 2045.

Upaya ini secara fundamental mulai dengan investasi kualitas sumber daya manusia (SDM) sejak dini, khususnya dalam periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).

Sekretaris Utama Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/BKKBN, Prof. Budi Setiyono, menjelaskan, bonus demografi di Indonesia terjadi setelah 55 tahun program Keluarga Berencana (KB). Situasi ini ditandai dengan surplus populasi usia produktif (15-65 tahun) di atas 70 persen dari total penduduk.

Fase emas ini hanya berlangsung singkat, sekitar 20-30 tahun, dan diproyeksikan berakhir tahun 2045.

“Setelah itu Indonesia akan menghadapi aging population atau meningkat signifikan proporsi penduduk lanjut usia (lansia),” ujar Budi Setiyono kepada wartawan di Bandarlampung, Kamis (28/8/2025).

Peluang dan Beban

Menurut Budi, pemanfaatan bonus demografi secara optimal menjadi imperatif. Hal ini sejalan dengan visi misi Presiden RI, Prabowo Subianto, yang ingin menjadikan Indonesia “Macan Asia” melalui akselerasi pembangunan.

Bila 70 persen penduduk usia produktif mampu mengaktualisasikan diri dan berkontribusi secara produktif, negara akan menikmati surplus pendapatan yang dapat diinvestasikan untuk pembangunan—inilah yang disebut deviden bonus demografi.

“Untuk bisa memanfaatkan bonus demografi, 70 persen penduduk usia produktif ini harus bisa mengaktualisasikan diri mereka sehingga mendapatkan tingkat sejahtera tinggi,” katanya.

Seperti halnya dalam sebuah keluarga, jelas ia, jika dua orang bekerja menghidupi satu orang yang tak bekerja, mereka yang menerima gaji pada tanggal 1 masih dapat menyisihkan sebagian pendapatan hingga tanggal 30 sebagai tabungan atau investasi untuk memulai usaha.

“Tingkat nasional, prinsip serupa berlaku. Bila 70 persen penduduk usia produktif benar-benar produktif, negara akan memperoleh surplus pendapatan yang dapat dialokasikan investasi pembangunan. Inilah yang dimaksud dengan dividen bonus demografi,” ujar Budi. 

Namun, ia juga mengingatkan, jika mengelola salah, banyak usia produktif justru akan menjadi beban harus disubsidi.

“Usia produktif tak mendapatkan pekerjaan atau tak mampu mengaktualisasikan diri, justru menjadi kelompok harus disubsidi atau dapat bantuan oleh orang lain. Satu orang bisa ‘menggendong’ 5-10 orang lain,” ujarnya.

Strategi BKKBN

Budi menegaskan, sasaran utama mengoptimalkan bonus demografi ialah meningkatkan kualitas SDM. Untuk memastikan individu dapat mengaktualisasikan diri, mencegah stunting menjadi prioritas utama.

“Pada intinya, sasaran utama bonus demografi ialah kualitas SDM, untuk bisa mengaktualisasikan dirinya tak boleh stunting,” ujar ia. 

BKKBN mengintervensi hal ini melalui program 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK), yang menyasar keluarga berisiko stunting: ibu hamil, ibu menyusui, dan anak balita dalam 1.000 HPK-nya. Intervensi ini mencakup aspek nutrisi, edukasi, dan sanitasi.

Selain itu, BKKBN mengimplementasikan program induk Bangga Kencana (Pembangunan Keluarga, Kependudukan, dan Keluarga Berencana) serta Generasi Berencana (Genre) yang berfokus membina remaja.

Berbagai program inovatif atau quick win juga untuk menyentuh langsung masyarakat, seperti:

1. Gerakan Orang Tua Asuh Cegah Stunting (Genting).

2. Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GATI), yang mendorong peran aktif ayah dalam parenting, termasuk mengantarkan anak ke sekolah, mengingat peran ayah seringkali kurang dominan dalam pengasuhan di Indonesia.

3. Taman Asuh Sayang Anak (Tamasya), yang menyasar daycare atau penitipan anak. Program ini memberikan pelatihan parenting dasar dan menargetkan agar penjaga anak memiliki sertifikat serta standarisasi kompetensi.

Pendidikan dan Kompetensi

SDM berkualitas juga harus memiliki pendidikan wajib belajar 12 tahun dan sertifikat kompetensi.

BKKBN bekerja sama dengan kementerian/lembaga terkait untuk mendorong aktualisasi diri individu melalui meningkatkan keahlian ini.

“Dalam konteks kependudukan, BKKBN turut menjaga seimbang antara supply tenaga kerja dan demand lapangan pekerjaan untuk mencegah tinggi angka pengangguran, berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan daerah,” jelas Budi.

Untuk memandu upaya ini, BKKBN telah menginternalisasi Peta Jalan Pembangunan Kependudukan (PJPK) 2025-2029.

PJPK ini untuk mengimplementasikan Grand Desain Pembangunan Kependudukan (GDPK) ke dalam perencanaan pembangunan di daerah, dengan evaluasi bulanan untuk memastikan keseimbangan supply and demand tenaga kerja.

Kolaborasi dan Implementasi

Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Lampung, Soetriningsih, menyoroti perbedaan fokus BKKBN dengan dinas kesehatan dalam menangani stunting.

Dia mengatakan, BKKBN secara spesifik mendata keluarga berisiko stunting, sementara dinas kesehatan mendata anak-anak yang telah kena stunting.

“Dalam hal edukasi, sosialisasi, dan dana bantuan intervensi nutrisi, BKKBN aktif bekerja sama dengan pihak swasta melalui program CSR untuk melengkapi dukungan dari pemerintah,” kata Soetriningsih.

Dia menegaskan, investasi SDM berkualitas ini merupakan upaya jangka panjang yang fundamental menuju Indonesia Emas 2045 dari segi kesehatan dan produktivitas.

Semua program BKKBN, dari mencegah stunting hingga membina keluarga ialah langkah strategis memastikan generasi muda siap menjadi motor kemajuan bangsa, memanfaatkan jendela demografi terbatas menuju masa keemasan Indonesia. (*)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *